BAB 1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Negara
Indonesia merupakan negara berkembang yang sedang giat-giatnya membangun.
Untuk keperluan pembangunan ini, maka
disamping diperlukan sumber daya modal, diperlukan juga sumber daya manusia
yang memadai untuk keperluan pembangunan. Upaya untuk menciptakan dan
meningkatkan sumber daya tersebut adalah melalui pendidikan. Pendidikan yang
baik adalah pendidikan yang memenuhi standar nasional pendidikan. Standar
nasional pendidikan bertujuan untuk menjamin mutu pendidikan nasional dalam
rangka mencerdasakan kehidupan bangsa dan membentuk watak serta peradaban
bangsa yang bermartabat.
Menurut
peraturan pemerintah nomor 19
tahun 2005, standar nasional pendidikan adalah keriteria minimal tentang sistem
pendidikan diseluruh wilayah hukum Negara Kesatuan Republik Indonesia. Salah
satu standar nasional pendidikan yang harus dipenuhi oleh seorang guru adalah
standar peroses. Pada standar peroses ini, peroses pembelajaran pada satuan
pendidikan diselenggarakan secara aktif, inspiratif, menyenangkan, menantang,
memotifasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif, serta memberikan ruang
yang cukup bagi prakarsa, kreatifitas dan kemandirian sesuai dengan bakat minat
perkembangan fisik serta psikologis peseta didik (Dedy Mulyasana, 2011:146).
Berdasarkan standar proses tersebut maka guru mempunyai peranan yang sangat
penting sebagai penyelenggara pendidikan untuk meningkatkan perestasi belajar
siswa.
Indikator
keberhasilan suatu pendidikan dan pengajaran tentunya tidak hanya terbatas pada
angka-angka prestasi belajar saja, akan tetapi harus terkait dengan kemampuan seorang
anak didik untuk mereflesikan sikap positif melalui serangkaian aktifitas yang
selektif dan efektif. Dalam prestasi yang demikian itu,maka kita dapat memahami
bahwa asfek nilai yang ditransfer dalam dunia pendidikan dan pengajaran harus
selalu terkait dengan unsur pengetahuan, sikap dan keterampilan. Untuk
mengetahui hal ini maka seorang guru harus banyak berinteraksi dengan siswa
baik pada saat proses belajar mengajar maupun diluar proses belajar mengajar.
Interaksi
belajar mengajar adalah suatu kegitan yang bersifat interaktif dari berbagai
komponen untuk mewujudkan tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan dalam
perencanan (Suprayekti, 2003:4). Pemberian umpan balik dari guru kepada siswa
merupakan salah satu bentuk interaksi antara guru dan siswa. Umpan balik
hendaknya lebih mengungkap kekuatan dari pada kelemahan siswa. Selain itu cara
memberikan umpan balikpun harus secara santun. Hal ini dimaksudkan agar siswa
lebih percaya diri dalam menghadapi tugas-tugas belajar selanjutnya. Dalam hal
ini peranan guru sebagai pengelola kelas sangat penting. Berhasil atau tidaknya
tujuan pencapaian banyak tergantung pada
situasi kegiatan belajar mengajar yang
dilaksanakan dalam kelas. Keterampilan guru dalam mengajar sangat menentukan
ketercapaian pengajaran di sekolah. Keterampilan mengajar adalah sejumlah
kompetensi guru yang kinerjanya secara profesional (Suprayekti,2003:11). Untuk
itu seorang guru yang bertugas mengajar dan mendidik harus mempunyai
keterampilan mengajar yang memadai agar situasi belajar mengajar lancar dan
tujuan yang telah direncanakan sebelumnya tercapai. Salah satu keterampilan
yang perlu dimiliki oleh seorang guru adalah keterampialan memilih metode
pembelajaran yang tepat.
Siswa
memandang mata pelajaran fisika sebagai mata pelajaran yang tidak menarik,
menakutkan, tidak menyenangkan bahkan dibenci. Hal ini disebabkan penyajian
materi fisika tidak sesuai dengan keinginan siswa. Siswa ingin penyampaian
materi fisika dengan tidak terlalu serius, tapi siswa dapat memahami materi
dengan baik. Sementara guru cendrung tidak memahami keinginan siswa tersebut
dalam belajar fisika.
Berdasarkan
hasil wawancara dengan beberapa siswa di Madrasah Aliyah Nurul Iman Montong Baik,
siswa kurang tertarik belajar fisika disebabkan beberapa faktor. Salah satu
faktor yang membuat siswa tidak senang belajar fisika adalah faktor guru dalam
menyajikan materi pelajaran. Guru cendrung terlalu serius dalam menyampaikan
materi pelajaran sehingga belajar fisika terkesan membosankan bagi siswa.
Selain itu metode pembelajaran yang monoton membuat siswa tidak termotivasi
dalam belajar fisika. Metode yang sering digunakan guru hanya terbatas pada
ceramah dan mencatat sehingga kegiatan pembelajaran lebih banyak berpusat pada
guru dan membuat siswa kurang aktif dalam proses belajar mengajar. Hal ini
dapat menurunkan semangat siswa dalam belajar fisika yang nantinya
dikhawatirkan akan berpengaruh kurang baik terhadap prestasi belajar siswa.
Adapun perestasi belajar fisika siswa Madrasah Aliyah Nurul Iman Montong Baik
khususnya kelas X masih tergolong rendah. Hal ini dapat dilihat dari nilai
ulangan harian siswa yang masih banyak di bawah KKM.
Tugas
guru dalam hal ini adalah merubah pandangan siswa agar siswa merasa senang pada
mata pelajaran fisika . Ada banyak cara bagi seorang guru dalam menyampaikan
materi pelajaran fisika agar siswa merasa senang. Peran utama guru sebagai
perencana sekaligus pelaksana proses belajar mengajar menuntut guru untuk
selalu meningkatkan kualitas pengajarannya agar siswa dapat menguasai materi
dengan baik. Salah satu langkah yang dapat ditempuh adalah guru harus mampu
menggunakan metode yang bervariasi yang tentunya disesuaikan dengan materi
pembelajaran. Banyak metode yang dapat
digunakan oleh guru dalam peyampain materi pembelajaran. Tetapi dalam hal ini
dibutuhkan suatu metode pembelajaran yang dapat membuat siawa lebih termotivasi
dalam belajar fisika. Metode yang dianggap mampu untuk membuat pembelajaran fisika
menjadi menarik adalah metode pembelajaran talking
stick. Selain untuk melatih berbicara, metode pembelajaran ini akan
menciptakan suasana yang menyenangkan dan membuat siswa lebih aktif dalam
peroses belajar mengajar.
Metode
pembelajaran talking stick merupakan
metode pembelajaran yang memanfaatkan tongkat sebagai media pembelajarannya. Guru
memberikan tongkat pada salah satu siswa dan siswa yang memegang tongkat wajib
menjawab pertanyaan yang diberikan oleh gurunya. Metode pembelajaran talking stick ini dapat membuat anak
didik ceria, senang, dan melatih mental anak didik untuk siap pada situasi dan
kondisi apapun.
Materi alat optik dalam pelajaran
fisika merupakan materi yang sulit dipahami jika penyajian materinya tidak
menarik. Materi alat optik akan menjadi materi yang menyenangkan dalam proses
belajar mengajar jika disampaikan dengan metode pembelajaran yang berevariasi
dan menarik. Karena pembelajaran talking stick
berbasis perminan maka diharapkan siswa akan merasa senang dalam mempelajari alat
optik ini.
Berdasarkan uraian diatas maka
diadakan penelitian yang bejudul “Efektifitas
Metode Pembelajaran Talking Stick
Terhadap Perestasi Belajar Siswa Kelas X
Pada Materi Alat Optik di MA Nurul Iman Montong Baik Tahun Pelajaran 2012/2013”.
B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar
belakang tersebut, beberapa masalah yang muncul dapat diidentifikasi sebagai
berikut:
1. Kurang
terampilnya guru dalam menentukan metode yang tepat dalam proses belajar
mengajar.
2. Kurangnya
motivasi siswa dalam belajar fisika disebabkan penerapan metode pembelajaran
yang kurang bervariasi.
3. Pembelajaran
fisika di kelas X MA Nurul Iman Montong Baik masih berpusat hanya pada guru
sehingga membuat siswa kurang aktif dalam peroses belajar mengajar.
4. Kurangnya
interaksi antara siswa dan guru dalam proses belajar mengajar.
5. Prestasi
belajar fisika siswa kelas X MA Nurul Iman Montong Baik masih rendah.
C.
Rumusan
Masalah
Berdasarkan pada latar belakang di
atas, maka dapat dirumusan pokok permasalahan sebagai berikut. Apakah metode pembelajaran
talking stick efektif terhadap
prestasi belajar siswa kelas X pada
materi optik di MA Nurul Iman Montong Baik tahun pelajaran 2012/2013.
D.
Batasan
Masalah
1.
Batasan
subjek
Subyek penelitian ini dibatasi pada siswa kelas X MA Nurul Iman
Montong Baik tahun pelajaran 2012/2013.
2.
Batasan
objek
Obyek penelitian ini dibatasi pada penerapan metode pembelajaran talking stick terhadap perestasi belajar
siswa.
3. Batasan aspek yeng diteliti
Aspek yang diteliti dalam penelitian ini dibatasi pada ranah kognitif.
E. Tujuan Penelitian
Berdasakan rumusan
masalah di atas, maka tujuan diadakan penelitian ini adalah untuk mengetahui
keefektifan metode pembelajaran talking stick
tehadap prestasi belajar siswa kelas X pada materi optik di MA Nurul Iman
Montong Baik tahun ajaran 2012/2013.
F.
Manfaat
Penelitian
Hasil
penelitian
ini diharapkan dapat memberikan manfaat secara teoritis dan praktis:
1. Manfaat Teoritis
Menambah
informasi tentang efektifitas metode pembelajaran talking stick terhadap
prestasi belajar sisiwa untuk
menunjang penelitian selanjutnya.
2.
Manfaat Praktis
a)
Bagi Guru
Sebagai motivasi untuk meningkatkan
keterampilan dalam memilih metode pembelajaran agar lebih bervariasi sehingga
dapat memperbaiki sistem pembelajaran dan dapat mengembangkan sistem penilaian.
b) Bagi Siswa
Siswa
diharapkan lebih tertarik belajar karena materi pelajaran. Selain itu dapat
melatih siswa untuk lebih akatif dalam proses belajar mengajar dan dapat
memotivasi siswa untuk belajar fisika.
c)
Bagi Peneliti
Mendapatkan
pengalaman langsung dalam menerapkan metode observasi dan mendapatkan bekal
tambahan sebagai mahasiswa dan calon guru sehingga siap melaksanakan tugas
dilapangan.
d) Bagi
sekolah
Hasil penelitian ini dapat membrikan sumbangan
yang baik bagi sekolah dalam rangka memperbaiki dan meningkatkan mutu sekolah.
BAB
II
KAJIAN
TEORI, KERANGKA BERFIKIR DAN HIPOTESIS
A. Kajian Teori
1.
Hakekat
Belajar Dan Pembelajaran
a.
Pengertian
Belajar
Belajar
secara umum dapat diartikan sebagai proses perubahan perilaku akibat
interaksi individu dengan lingkungan.
Proses ini tidak terjadi dengan sendirinya, tetapi ada yang sengaja direncanakan dan ada yang dengan
sendirinya terjadi karena peroses kematangan. Proses yang sengaja direncanakan
agar terjadi perubahan prilaku ini disebut dengan proses belajar. Proses ini
merupakan suatu aktivitas psikis/mental yang berlangsung dalam interaksi aktif
dengan lingkungan yang menghasilkan perubahan-perubahan yang relatif konstan
dan berbekas (Suprayekti, 2003: 4).
Gagne
(dalam Kokom Komalasari, 2011: 2) mendefinisikan belajar sebagai suatuperoses
perubahan tingkah laku yang meluputi perubahan
manusia seperti sikap, minat, atau nilai dan perubahan kemampuan yakni
peningkatan kemampuan untuk melakukan berbagai jenis kinerja. Sedangkan menurut
Sunaryo belajar merupakan suatu kegiatan di mana seseorang membuat atau
menghasilkan peruubahan tingkah laku yang ada pada dirinyadalam pengetahuan,
sikap, dan keterampilan. Sudah barang tentu tingkah laku tersebut adalah
tingkah laku yang positif, artinya untuk mencari kesempurnaan hidup.
Menurut
Thursan Hakim ‘‘ belajar adalah suatu peroses perubahan dalam kepribadian
manusia, dan perubahan tersebut ditampakkan dalam bentuk peningkatan kualitas
dan kuantitas tingkah laku, seperti peningkatan kecakapan, pengetahuan,
pemahaman, keterampilan, daya pikir, dan lain-lain’’. Hal ini berarti
peningkatan kualits dan kuantitas tingkah laku seseorang diperlihatkan dalam
bentuk bertambahnya kualitas dan kuantitas kemampuan seseorang dalam berbagai
bidang. Apabila tidak mendapatkan peningkatan kualitas dan kuantitas kemampuan,
orang tersebut belum mengalami proses belajar atau dengan kata lain, ia
mengalami kegagalan dalam proses belajar mengajar (Hamdani, 2011: 21).
Belajar
dalam idealisme berarti kegiatan psiko-fisiksosio menuju ke perkembangan
pribadi seutuhnya. Namun, realitas yang dipahami oleh sebagian masyarakat
tidaklah demikian. Belajar dianggapnya properti sekolah. Kegiatan belajar
selalu dikaitkan dengan tugas- tugassekolah. Sebgian masyarakat mengangagap
belajar di sekolah adalah usaha penguasaan materi ilmu pengetahuan. Anggapan
tersebut tidak seluruhnya salah sebab belajar juga adalah proses mendapatkan
pengetahuan (Agus Suprijono, 2012:3).
Dari
beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa belajar merupakan perubahan
tingkah laku baru secara keseluruhan dengan serangkain kegiatan sebagai hasil
pengalamanya sendiri akibat interaksi dengan lingkungannya yang dapat dilihat
dengan peningkatan kualitas dan kuantitas tingkah laku. Perubahan tersebut
dapat berupa perubahan-perubahan dalam, pengetahuan, keterampilan, dan nilai
sikap. Dengan demikian seseorang dikatakan belajar apabila terjadi perubahan
pada dirinya akibat adanya latihan dan pengalaman melalui interaksinya dengan
lingkungannya.
Beberapa definisi
belajar menurut beberapa ahli adalah sebagai berikut:
1)
Menurut teori piaget, setiap individu
pada saat tumbuh mulai dari bayi yang baru dilahirkan sampai menginjak usia
dewasa mengalami empat tingkat perkembangan kognitif. Empat tingkat perkembangan
kognitif tersebut dapat dilihat pada
tabel.2 berikut
Tabel 2.1
Tahap-tahap
perkembangan kognitif piaget
Tahap
|
Perkkiraan Usia
|
Kemampuan-Kemampuan Utama
|
Sensorimotor
Praoperasional
Operasi
konngkrit
Operasi
formal
|
Lahir sampai dua tahun.
2 sampai 7 tahun
7 sampai 11 tahun
11 tahun sampai dewasa
|
Terbentukknya konsep kepermanenan
obyak dan kemajuan gradual dari prialaku refleksif ke perilaku yang mengarah
kepada tujuan.
Perkembangan kemampuan menggunakan
simbol-simbol untuk menyatakan obyek-obyek dunia. Pemikkiran masih egosentris
dan sentrasi.
Perbaikan dalam kemampuan untuk
berfikir secara logis. Kemampuan kemampuan baru termasuk penggunaan
operasi-operasi yang dapat balik. Pemikiran tidak lagi sentris tetapi
desentris, dan pemecahan masalah tidak begitu dibatasi oleh keegosentrisan.
Pemikiran abstrak dan murni simbolis
mungkin dilakukan. Masalah-masalah dapat dipecahkan melalui penggunaan
eksperimentasi sistematis.
|
Berdasarkan
tingkat perkenbangan kognitif piaget, dalam penelitian ini peserta didik pada
tingkat SMA dengan rentang usia 11-18
tahun berada pada taraf perkembangan operasi formal. Pada taraf perkembangan ini siswa
mampu berpikir logis untuk semua jenis masalah hipotesis, masalah verbal,dan
dapat menggunakan penalaran ilmiah. Siswa
dapat berpikir tentang sesuatu melalui proses berpikir logis dan
abstraksi yang lebih kaya. Misalnya pada materi alat optik
untuk bahasan mata, dalam hal ini siswa dituntut untuk memahami peroses pembentukan
bayangan pada mata. Bahasan mengenai pembentukan bayangan ini menuntut siswa
untuk berfikir abstrak. Pada pembelajaran talking
stick ini siswa akan diberikan beberapa pertanyaan secara langsung mengenai
bahasan pembentukan bayangan pada mata. Dengan begitu siswa akan teransang
untuk menggunakan proses berfikir yang logis untuk mencari sendiri jawaban dari
pertanyaan yang diberikan.
Siswa harus diberikan kesempatan yang
seluas-luasnya untuk mencari, memanipulasi, bertanya, dan mencari jawaban sendiri
terhadap berbagai pertanyaan yang muncul. Dalam hal ini dengan pembelajaran talking stick guru dapat memberikan
kesempatan yang luas pada siswa untuk
membangun komunikasi antara siswa yang satu dengan yang lainnya.
2) Menurut Burner pada dasarnya belajar merupakan
peroses kognitif yang terjadi pada diri seseorang. Ada tiga proses kognitif
yang terjadi dalam belajar, yaitu pertama, proses perolehan informasi baru,
yang dapat terjadi melalui kegiatan membaca, mendengarkan penjelasan guru
mengenai materi yang diajarkan atau mendengar, melihat audiovisual, dan lain-lain. Yang kedua proses transformasi
pengetahuan merupakan bagaimana kita memperlakukan pengetahuan yang sudah
diterima agar sesuai dengan kebutuhan. Informasi yang diterima dianalisis,
diperoses, atau diubah menjadi konsep yang lebih abstrak agar suatu saat dapat
dimanfaatkan. Tahap selanjutnya adalah menguji relevansi dan ketepatan
pengetahuan atau informasi yang telah diterima, agar dapat bermanfaat untuk
memecahkan masalah yang dihadapi siswa dalam kehidupan sehari-hari. Hal ini
sangat relevan dengan pembelajaran talking
stick pada materi alat optik. Melalui pembelajaran talking stick ini ketiga peroses kognitif yang sesuai dengan teori
Burner akan terjadi pada diri siswa. Dengan penyampain materi pada siswa, guru
sudah membantu siswa dalam proses perolehan informasi baru, yakni melalui
mendengarkan penjelasan guru. Selain itu melalui pemberian beberapa pertanyaan
pada siswa dengan metode talking stick merupakan
suatu rangsangan bagi siswa untuk mengubah informasi yang diterima dengan
pemikiran yang lebih abstrak dengan mencari jawaban menurut pemikiranya
sendiri. Pada pembelajaran talking stick
ini siswa akan bersemangat mengemukakan pendapatnya berdasarkan intuisinya yang
merupakan tahap kedua proses kognitif dalam teori belajar burner .
3) Menurut
Vaygotsky siswa membentuk pengetahuan sebagai hasil dari pikiran dan kegiatan
siswa sendiri melalui bahasa. Vygotsky berkeyakinan bahwa perkembangan
tergantung baik pada faktor biologis menentukan fungsi-fungsi elementer memori,
atensi, persepsi, dan stimulus-respon, faktor sosial artinya bagi perkembangan
fungsi mental lebih tinggi untuk pengembangan konsep, penalaran logis, dan
pengambilan keputusan. Teori Vaygotsky ini lebih menekankan pada aspek sosial
dari pembelajaran. Menurut Vygotsky proses pembelajaran akan terjadi jika
bekerja atau menangani tugas-tugas yang belum dipelajari, namun tugas-tugas
tersebut masih dalam jangkauan mereka disebut dengan zone of proximaldeveloment, yakni daerah perkembangan sedikit di
atas daerah perkembangan seseorang saat ini.
Vaygotsky yakin bahwa fungsi mental yang lebih tinggi pada umumnya
muncul dalam percakapan dan kerja sama antar individu sebelum fungsi mental
yang lebih tinggi itu terserap ke dalam individu tesebut. Teori Vygotsky yang lain adalah ”scaffolding”. Scaffolding adalah memberikan kepada seorang anak sejumlah besar
bantuan selama tahap-tahap awal pembelajaran dan kemudian mengurangi bantuan
tersebut dan memberikan kesempatan kepada anak tersebut mengambil alih tanggung
jawab yang semakin besar segera setelah ia mampu mengerjakan sendiri. Bantuan
yang diberikan guru dapat berupa petunjuk, peringatan, dorongan menguraikan
masalah kedalam bentuk lain yang memungkinkan siswa dapat mandiri (Trianto, 2007:
27). Teori Vaygotsky ini relevan dengan penerapan metode pembelajaran talking stick pada materi alat optik.
Pada pembelajaran talking stick ini
seting kelasnya berbentuk pembelajaran kooferatif dan saling memunculkan
strategi-strat egi pemecahan masalah
efektif dalam zona of proximaldeveloment.
Selain itu pada pembelajaran ini juga ditekankan scaffolding dengan memberikan penjelasan mengenai materi alat optik
pada awal pembelajaran sehingga siswa semakin lama, semakin bertanggung jawab
terhadap pembelajaran.
b.
Pengertian
Pembelajaran
Proses
belajar terjadi secara internal dan bersifat pribadi dalam diri siswa, agar
proses belajar tersebut mengarah pada tercapainya tujuan dalam kurikulum maka
guru harus merencanakan dengan seksama dan sistematis berbagai pengalaman
belajar yang memungkinkan perubahan tingkah laku siswa sesuai dengan apa yang
diharapkan. Aktivitas guru untuk menciptakan kondisi yang memungkinkan proses
belajar siswa berlangsung optimal disebut dengan kegiatan pembelajaran. Dengan
kata lain pembelajaran adalah proses membuat orang belajar. Guru bertugas
membantu orang belajar dengan cara memanipulasi lingkungan sehingga siswa dapat
belajar dengan mudah, artinya guru harus mengadakan pemilihan terhadap berbagai
starategi pembelajaran yang ada, yang paling memungkinkan proses belajar siswa
berlangsung optimal (Rusfidra, 2006).
Menurut
Rusfidra, pembelajaran ini adalah suatu sistem yang bertujuan untuk membantu
proses belajar siswa, yang berisi serangkaian peristiwa yang dirancang, disusun
sedemikian rupa untuk mempengaruhi dan mendukung terjadinya proses belajar
siswa yang bersifat internal. Dalam pembelajaran kondisi atau situasi yang
memungkinkan terjadinya proses belajar harus dirancang dan dipertimbangkan
terlebih dahulu oleh perancang atau guru. Sementara itu dalam keseharian di
sekolah-sekolah istilah pembelajaran atau proses pembelajaran sering dipahami
sama dengan proses belajar mengajar dimana di dalamnya ada interaksi antara
guru dan siswa, antara sesama siswa untuk mencapai suatu tujuan yaitu
terjadinya perubahan sikap dan tingkahlaku siswa. Apa yang dipahami guru ini
sesuai dengan pengertian yang diuraikan dalam buku pedoman kurikulum.
Pembelajaran
dapat didefinisikan sebagai suatu sistem atau proses membelajarkan subjek
didik/pembelajar yang direncanakan atau disahkan, dan dievaluasi secara
sistematis agar subjek didik/pembelajar dapat mencapai tujuan-tujuan
pembelajaran secara efektif dan efesien. Pembelajaran dapat dipandangdari dua
sudut, pertama pembelajaran dipandang sebagai suatusistem, pembelajaran terdiri
dari sejumlah komponen yang terorganisasi antara lain tujuan pembelajaran,
materi, alat peraga, pengorganisasian kelas, evaluasi pembelajaran, dan tindak
lanjut pembelajaran (remidial dan pengayaan). Kedua, pembelajaran dapat
dipandang sebagai suatu proses, maka pembelajaranmerupakan rangkain upaya atau
kegiatan guru dalam rangka membuat siswa belajar (Kokom Komalasari, 2011: 3).
Penelitian
tentang pembelajaran fisika menunjukkan
bahwa banyak faktor yang dapat membuat pembelajaran fisika menjadi lebih
menarik dan menghasilkan prestasi siswa yang lebih tinggi. Namun, satu faktor
terpenting untuk hal itu adalah keterlibatan siswa secara aktif dalam peroses
pembelajaran. Siswa terlibat secara aktif dalam mengamati, mengoperasikan alat,
atau berlatih menggunakan objek konkrit sebagai bagian dari pelajaran.
4)
Metode
Pembelajaran talking stick
a.
Pengertian
Metode talking stick
Talking
stick (tongkat
berbicara) adalah metode yang pada mulanya digunakan oleh penduduk asli Amerika
untuk mengajak semua orang berbicara atau menyampaikan pendapat dalam suatu
forum (pertemuan antarsuku), sebagaimana dikemukakan Carol Locust berikut ini:
Tongkat berbicara telah digunakan selama berabad-abad oleh suku–suku Indian
sebagai alat menyimak secara adil dan tidak memihak. Tongkat berbicara sering
digunakan kalangan dewan untuk memutuskan siapa yang mempunyai hak berbicara.
Pada saat pimpinan rapat mulai berdiskusi dan membahas masalah, ia harus
memegang tongkat berbicara. Tongkat akan pindah ke orang lain apabila ia ingin
berbicara atau menanggapinya. Dengan cara ini tongkat berbicara akan berpindah
dari satu orang ke orang lain jika orang tersebut ingin mengemukakan
pendapatnya. Apabila semua mendapatkan giliran berbicara, tongkat itu lalu
dikembalikan lagi ke ketua/pimpinan rapat.
Dari penjelasan di atas dapat
disimpulkan bahwa talking stick
dipakai sebagai tanda seseorang mempunyai hak suara (berbicara) yang diberikan
secara bergiliran / bergantian.
Metode
pembelajaran talking stick adalah
suatu metode pembelajaran kelompok dengan bantuan tongkat, kelompok yang
memegang tongkat terlebih dahulu wajib menjawab pertanyaan dari guru setelah
siswa mempelajari materi pokoknya, selanjutnya kegiatan tersebut diulang
terus-menerus sampai semua kelompok mendapat giliran untuk menjawab pertanyaan
dari guru. Dalam penerapan metode pembelajaran talking stick ini, guru membagi kelas menjadi kelompok-kelompok
dengan anggota 5 atau 6 orang yang heterogen. Kelompok dibentuk dengan
mempertimbangkan keakraban, persahabatan atau minat, yang dalam topik
selanjutnya menyiapkan dan mempersentasikan laporannya kepada seluruh kelas.
b.
Langkah-Langkah
Metode Pembelajaran talking stick
Langkah-langkah
dalam menerapkan metode talking stick dalam Tarmizi Ramadhan (2010)yaitu:
1)
Guru membentuk kelompokyangterdiri
atas 5 orang,
2)
Guru menyiapkan
sebuah tongkat yang
panjangnya
20 cm,
3)
Guru
menyampaikan
materi pokok yang akan dipelajari,
kemudian memberikan kesempatan para
kelompok untuk membaca dan
mempelajari materi
pelajaran,
4)
Siswa berdiskusi
membahas masalah yang terdapat
didalam wacana,
5)
Setelah kelompok selesai
membaca materi pelajaran
dan mempelajari
isinya, guru mempersilahkan
anggota kelompok
untuk menutup isi bacaan,
6)
Guru mengambil tongkat dan
memberikan kepada
salah
satu
anggota
kelompok, setelah itu
guru
memberi pertanyaan
dan anggota kelompok
yang
memegang tongkat tersebut harus
menjawabnya,
demikian
seterusnya sampai
sebagian besar
siswa mendapat bagian untuk menjawab setiap pertanyaan dari
guru,
7)
Siswa lain boleh membantu menjawab pertanyaan
jika anggota kelompoknya
tidak
bisa menjawab pertanyaan,
8)
Guru memberikan
kesimpulan,
9)
Guru melakukan
evaluasi atau penilaian baik
secara kelompok maupun individu, dan
10)
Guru menutup
pelajaran.
Agus Suprijono(2009:
109-110) menyebutkan langkah-langkah dalam
menerapkan metode talking stick adalah:
1)
Pembelajaran dengan metode talking stick diawali oleh penjelasan guru mengenai materi
pokok yang akan dipelajari,
2)
Peserta didik
diberi kesempatan membaca
dan mempelajari materi
tersebut,
3)
Peserta didik
diberi waktu yang cukup
untuk mempelajari
materi,
4)
Guru selanjutnya meminta
kepada peserta didik
menutup
bukunya,
5)
Guru mengambil tongkat yang
telah dipersiapkan sebelumnya.
Tongkat
tersebut
diberikan kepada salah satu peserta didik.
Peserta
didik yang menerima
tongkat tersebut diwajibkan menjawab
pertanyaan dari
guru
demikian
seterusnya,
6)
Ketika stick bergulir dari peserta didik
yang satu ke peserta didik
lainnya,
seyogyanya diiringi musik,
7)
Langkah akhir dari
metode talking stick adalah
guru
memberikan kesempatan kepada peserta didik
melakukan refleksi
terhadap materi yang
telah dipelajarinya, dan
8)
Guru memberikan ulasan terhadap
seluruh
jawaban yang
diberikan peserta didik,
selanjutnya bersama-sama
peserta didik
merumuskan kesimpulan.
Berdasarkan beberapa langkah-langkah pembelajaran
menggunakan metode talking stick yang
dikemukakan, dalam penelitian
ini akan digunakan
langkah-langkah
yang memadukan dari kedua pendapat
tersebut yaitu:
1)
Siswa
dikelompokkan menjadi
beberapa
kelompok,
2)
Guru menyampaikan
materi pembelajaran,
3)
Siswa diberi kesempatan
membaca dan mempelajari
materi tersebut,
4)
Siswa diberi waktu yang cukup
untuk mempelajari materi,
5)
Siswa diminta untuk menutup
bukunya,
6)
Guru mengambil tongkat
yang telah dipersiapkan sebelumnya,
7)
Tongkat diberikan kepada salah satu anggota
kelompok, setelah itu
siswa diberikan pertanyaan dan
anggota
kelompok yang menerima
tongkat tersebut diwajibkan
menjawab pertanyaan dari
guru
demikian seterusnya,
8)
Siswa
yang lain
boleh membantu menjawab pertanyaan
jika anggota
kelompoknya tidak bisa menjawab pertanyaan.
9)
Kelompok yang dapat menjawab pertanyaan
dengan benar tampa bantuan dari kelompok lain mendapat poin 2.
10) Tongkat
bergulir ke kelompok yang lain jika kelompok tersebut tidak dapat menjawab
pertanyaan dengan benar.
11) Kelompok
yang tidak dapat menjawab pertanyaan dengan benar mendapat hukuman dari
kelompok yang dapat menjawab pertanyaan dengan benar dan pointnya dikurangi 1.
12) Kelompok
lain yang membantu menjawab pertanyaan dengan benar mendapat point 1.
13) Siswa
diberikan kesempatan
untuk melakukan refleksi terhadap
materi yang
telah dipelajarinya,
14) Siswa
dengan bimbingan
dari guru memberikan ulasan
terhadap seluruh
jawaban yang
diberikan peserta didik,
15) Siswa
bersama-sama
menentukan
kelompok terbaik,
16) Siswa
dengan
bimbingan guru merumuskan
kesimpulan
c.
Kelebihan
Dan Kekurangan Metode Pembelajaran talking
stick
a.
Kelebihan
Adapun
kelebihan metode pembelajaran talking stick
adalah sebagai berikut :
1)
Menguji kesiapan siswa
2)
Melatih membaca dan memahami dengan
cepat
3)
Agar lebih giat dalam belajar
b.
Kekurangan
Kekurangan
metode pembelajaran talking stick
adalah sebagai berikut:
1)
Waktu
yang di butuhkan melebihi jam pelajaran yang ditentukan
5)
Prestasi
Belajar
a.
Pengretian
Prestasi Belajar
Prestasi belajar terdiri dari dua kata, yaitu “prestasi” dan “belajar”. Kedua kata ini merupakan satu kesatuan yang
tidak bisa dipisahkan, walaupun antara
kata prestasi dan belajar mempunyai arti yang berbeda.
Gani (dalam Eni Wahyuni) menyatakan
bahwa tidak dapat di sangkal lagi bahwa prestasi belajar adalah hasil belajar
seseorang. Prestasi itu mencerminkan sekurang-kurangnya tiga aspek yaitu : kognitif, afektif dan psikomotorik.
Prestasi belajar itu merupakan salah satu indikator bahwa kemungkinan yang
bersangkutan berbakat di bidang pelajaran tersebut.
Sedangkan
menurut Djamarah prestasi adalah hasil dari suatu kegiatanyang telah
dikerjakan, diciptakan, baik secara individual maupun kelompok. Prestasi tidak
akan pernah dihasilkan selama seseorang tidak melakukan kegiatan. Dilain pihak
Poerwardimita(dalam Djamarah, 2012 : 20) mengemukakan bahwa perestasi adalah
hasil yang telah dicapai (dilakukan, dikerjakan, dan sebagainya).
Dari pengertian tersebut
di atas, dapat dipahami bahwa prestasi adalah hasil yang dicapai suatu kegiatan
yang sudah dikerjakan diciptakan, menyenangkan hati yang diperoleh dengan
keuletan kerja baik secara individual
maupun kelompok dalam bidang kegiatan tersebut. Sedangkan prestasi belajar
lebih menekankan pada proses perubahan tingkah laku yang menuju ke arah
kemajuan atau perbaikan, perubahan-perubahan yang dicapai dalam proses belajar
meliputi aspek kognitif, afektif, dan psikomotor. Perubahan-perubahan dinilai
secara kuantitatif. hasil penelitian bisa berwujud angka dan pernyataan dan
mencerminkan tingkat penguasaan siswa terhadap materi pelajaran yang merupakan
eksistensi dari prestasi belajar. Dengan demikan, maka jelaslah bahwa prestasi
belajar dapat diartikan sebagai hasil yang dicapai oleh siswa dalam suatu
aktivitas di sekolah.
b.
Taksonomi Bloom
Benjamin S.Bloom berpendapat bahwa
taksonomi (pengelompokan) tujuan
pendidikan itu harus senantiasa mengacu kepada tiga jenis domain (daerah binaan
atau ranah) yang melekat pada diri peserta didik yaitu : (1) ranah proses
berpikir (cognitive domain), (2)
ranah nilai atau sikap(affective domain)
dan (3) ranah keterampilan (psyihomotor
domain).
1)
Ranah kognitif
Ranah kognitif adalah ranah yang
mencakup kegiatan mental (otak). Menurut Bloom segala upaya yang menyangkut
aktifitas otak adalah termasuk dalam ranah koknitif. Dalam ranah kognitif itu
terdapat enam jenjang proses berpikir, mulai dari jenjang terendah sampai
jenjang yang paling tinggi. (1) hafalan
yaitu kemampuan seseorang untuk mengingat-ingat kembali atau mengenali
kembali tentang nama, istilah, ide, gejala, rumus-rumus dan sebagainya tanpa
mengharapkan kemampuan untuk menggunakaknya. (2) pemahaman ( comprehension) yaitu
kemampuan seseorang untuk mengerti atau memahami sesuatu setelah sesuatu
itu di ketahui dan diingat. (3) penerapan (application)
yaitu kesanggupan seseorang untuk
menerapkan atau mengunakan ide-ide umum, tatacara ataupun metode-metode,
prinsip, rumus-rumus, teori-teori dan sebagainya, dalam situasi yang baru dan
kongkrit. (4) analisis (analysis),
yaitu kemampuan seseorang untuk merinci atau menguraikan suatu bahan atau
keadaan menurut bagian-bagian yang lebih kecil dan mampu memahami hubungan
diantara bagian-bagian atau faktor-faktor yang satu dengan faktor-faktor
lainya. (5) sistesis (synthesis) yaitu kemampuan berpikir yang merupakan kebalikan
dari proses berpikir analisis. Dan (6) penilaian (evaluation), merupakan jenjang berpikir paling tinggi dalam ranah
kognitif menurut taksonomi Bloom. Penilaian atau evaluasi di sini merupakan
kemampuan seseorang untuk membuat pertimbangan terhadap suatu situasi, nilai
atau ide misalnya jika seseorang di hadapkan pada beberapa pilihan, maka ia akan
mampu memilih satu pilihan yang terbaik, seseuai dengan patokan-patokan atau
kriteria yang ada.
2)
Ranah Afektif
Ranah afektif adalah ranah yang
berkaitan dengan sikap dan nilai. Ciri-ciri hasil belajar efektif akan tampak
pada peserta didik dalam berbagai tingkahlaku. Ranah afektif ini oleh Krathwohl
(1974) dan kawan kawan di taksonomi menjadi lebih rinci lagi kedalam lima
jenjang yaitu : (1) receiving atau attending ( menerima atau memperhatikan)
adalah kepekaan seseorang dalam menerima rangsangan atau (stimulus) dari luar
yang datang kepada dirinya dalam bentuk masalah, situasi, gejala, dan
lain-lainnya.(2) Responding(
menanggapi) adalah kemapuan yang dimiliki oleh seseorang untuk mengikut
sertakan dirinya secara aktif dalam fenomena tertentu dan membuat reaksi
terhadapnya dengan salahsatu cara. (3) Valuing
( menilai = menghargai) artinya memberikan nilai atau memberikan penghargaan
tehadapsuatu kegiatan atau obyek sehingga apabila kegiatan itu tidak di
kerjakan dirasakan akan membawa kerugian atau penyesalan. (4) organization (mengatur atau
mengorganisasikan) artinya mempertemukan perbedaan nilai sehingga terbentuk
nilai baru yang lebih universal, yang membawa kepada perbaikan umum. (5) Characterizationby a valueorvaluecomplex
( karakterisasi dengan suatu nilai atau komplek nilai) yakni keterpaduan semua
sistem nilai yang telah dimiliki seseorang, yang mempengaruhi, kepribadian dan
tingkahlakunya.
3)
Ranah Psikomotor
Ranah psikomotor adalah ranah yang
berkaitan dengan keterampilan atau kemampuan bertindak setelah seseorang
menerima pengalaman belajar tertentu. Hasil belajar psikomotor ini sebenarnya
merupakan kelanjutan dari hasil belajar kognitif (memahami sesuatu) dan hasil
belajar efektif (yang baru tampak dalam bentuk kecenderungan-kecenderungan untuk
berperilaku. Hasil belajar kognitif dan hasil belajar efektif akan menjadi
hasil belajar psikomotor apabila peserta didik telah menunjukan perilaku atau
perbuatan tertentu sesuai dengan makna yang terkandung dalam renah kognitif dan
ranah afektifnya.
c.
Faktor-Faktor
yang Mempengaruhi Prestasi Belajar.
Menurut
slameto Dalam proses belajar mengajar, terdapat beberapa faktor yang saling
pengaruh mempengaruhi.
1)
Faktor Sekolah
Lingkungan sekolah merupakan faktor yang sangat
mempengaruhi semangat belajar anak, seperti hubungan anak dengan guru,
pengawas, administrasi
a)
Metode mengajar guru, terkait dengan
metode mengajar guru yang tepat dan tidak tepat. Semakin baik guru menerapkan
metode mengajarnya, semakin baik pula tingkat penerimaan terhadap hasil belajar
yang dicapainya,begitu juga sebaliknya.
b)
Kurikulum, dalam hal ini menyangkut
jumlah materi pelajaran yang dibebankan dalam suatu periode tertentu. Dalam hal
ini terkait dengan teknik belajar yang tepat akan mampu mengatasi dan
menyelesaikan materi dengan tuntas dan selanjutnya akan berimplikasi terhadap
prestasi belajar siswa.
c)
Reaksi guru dengan siswa, semakin baik
hubungan antara siswa dengan guru, semakin baik pula proses belajar mengajara
yang berlangsung dan dapat berimplikasi pada prestasi belajar siswa.
d)
Disiplin sekolah, disiplin dalam sekolah
akan menyebabkan para siswa berdisiplin dalam segala hal, termasuk dalam proses
belajar mengajar dan akan berpengaruh terhadap prestasi belajar siswa.
e)
Kelengkapan fasilitas belajar,
kelengkapan pendukung fasilitas belajar seperti ; laboratorium, perpustakaan,
alat peraga, prasaran gedung sekolah dan sarana pendukung lainnya. Jika sarana
dan prasarana memadai maka siswa akan dapat belajar dengan baik dan nyaman.
2) Faktor
Lingkungan Masyarakat
Anak yang dibesarkan dalam lingkungan keluarga yang baik
dan memiliki inteligensi yang baik. Selain itu teman bergaul di masyarakat
dapat pula mempengaruhi kegiatan belajar anak.
6)
Materi
Pembelajaran
a)
Pengertian
Optik
Alat
optik adalah alat yang digunakan untuk melihat benda-benda yang tidak jelas. Alat optik
dibuat dengan
bermacam tujuan, tetapi
fungsi alat optik yang utama adalah untuk meningkatkan
daya penglihatan
manusia. Contohnya kacamata, lup, mikroskop
dan teleskop. Mikroskop
dan teleskop digunakan untuk melihat benda-benda yang tak terlihat dengan mata telanjang.
b)
Analisis
Alat-Alat Optik Secara Kualitatif Dan Kuantitatif
1)
Mata
dan Kacamata
Sistem optik
yang paling
penting bagi manusia adalah mata. Bagian-bagian dari mata
ditunjukkan pada Gambar 2.1. Di depan lensa mata
terdapat selaput
yang membentuk suatu celah lingkaran. Selaput inilah
yang disebut iris dan
berfungsi memberi warna pada mata. Celah lingkaran disebut
pupil. Lebar pupil dikendalikan
oleh iris sesuai dengan intensitas
cahaya yang mengenainya. Jumlah cahaya yang
memasuki mata dikendalikan oleh iris. Iris mengatur ukuran biji mata, sedang
tebal lensa dikendalikan oleh otot siliar. Kornea mata adalah bagian depan mata
memiliki lengkung yang lebih tajam yang dilapisi oleh selaput bening. Dibelakng
kornea terdapat cairan (aqueoushomor).
Cairan ini berfungsi untuk membiaskan cahaya yang masuk kedalam mata. Pada
bagian yang lebih dalam lagi terdapat lensa
yang dibuat dari bahan bening, berserat dan kenyal. Lensa
inilah yang disebut lensa
mata atau lensa kristalin.
Gambar 2.1 bagian-bagian dari mata
Cahaya
memasuki mata melalui iris menembus biji mata, dan oleh lensa difokuskan
sehingga jatuh ke retina atau selaput jala. Retina adalah lapisan serat saraf
yang menutupi bagian belakang.
Bagian
mata yang memiliki sifat unik sehubungan dengan optik adalah lensa mata. Lensa
mata ini memiliki sifat yang dapat berubah-ubah. Kemampuan mata untuk untuk
mengubah ketebalan lensa ini disebut daya akomodasi. Lensa mata akan menipis
saat melihat benda jauhdan keadaan paling tipis disebut akomodasi minimum. Dan
saat melihat benda dekat, lensa mata akan menebal hingga paling tebal disebut
akomodasi maksimum.
Mata
yang normal memiliki batas-batas normal akomodasi. Mata normal berakomodasi
maksimum saat melihat benda pada jarak terdekat 25 cm dan berakomodasi minimum
saat melihat benda dijauh tak hingga. Jarak terdekat yang dapat dilihat oleh
mata disebut titik dekat ( punctum proximum = pp) dan jarak terjauh yang dapat
dilihat oleh mata disebut titik jauh (punctum remotum = PR ) berarti mata
normal memenuhi sifat sebagai berikut: .
Mata normal
PP= 25 cm
PR= ~
Ternyata banyak orang yang memiliki titik
dekat atau titik jauh yang tidak sesaui dengan sifat mata normal. Mata yang
sifatnya tidak normal dinamakan rabun. Mata yang rabun ini berarti lensa
matanya tidak dapat berakomodasi secara normal.
Keadaan mata yang tidak normal dapt dibanntu
dengan alat yang dikenal dengan sebutan kacamata.
Gambar
2.2 Kacamata dan mata
Daya kacamata yang dibutuhkan memenuhi
persamaan:
P =
P =
+
S adalah jarak benda yang diharapkan
untuk dapat dilihat. Sedangkan S’ adalah
bayangan oleh lensa yang harus bersifat maya. Sehingga bernilai negatif.
Kemudian daya lensa bersatuan dioptri sehingga S dan S’ harus dalam meter atau
boleh cm tetapi persamaannya menjadi seperti berikut.
Macam-macam cacat mata.
Mata rabun ada tiga
jenis yaitu rabun dekat (hipermetropi), rabun jauh (miopi) dan presbiopi
a)
Hipermetropi
Hipermetropi atau mata dekat juga disebut mata jauh karena hanya
dapat melihat benda-benda yang letaknya jauh. Mata ini tidak dapat berakomodasi
maksimum secara noramal berarti titik dekatnya lebih besar dari 25 cm (PP >
25 cm)
Karena sifat diatas maka setiap benda pada titik baca normal (25 cm)
bayangannya akan berada dibelakang retina. Kelainan semacam ini dapat diatasi
dengan memasang lensa positif atau kacamata berlensa cembung (positif).
25
cm
25 c m
(a)
(b)
Gambar 2.3 (a) proses pembentukan bayangan pada orang yg menderita
hipermetropi
(b) Pembemtukan
bayangan setelah pemasangan lensa positif
Jika ingin memmbaca normal maka benda harus berada pada
jarak S = 25 cm dan bayangan lensa haus berada pada titik dekat mata.
b)
Miopi
Miopi atau rabun jauh disebut juga mata dekat karena hanya
dapat melihat jelas benda-benda yang dekat. Mata ini dapat berakomodasi minimum
secara normal. Titik jauh mata kurang dari jauh tak hingga (PR < ~)
Karena sifat diatas maka mata miopi yang digunakan untuk
melihat benda-nenda jauh tak hingga akan membentuk bayangan di depan retina.
Untuk melihat benda jauh tak hingga maka mata ini dapat dibantu dengan kacamata
lensa negatif.
(a)
(b)
Gambar 2.4 (a) proses
pembentukan bayangan pada orang yg menderita miopi
(b)
Pembemtukan
bayangan setelah pemasangan lensa negatif
Jika ingin melihat benda jauh tak hingga maka benda yang
dilihat jauh tak hingga, S = ~ dan bayangan oleh lensa harus berada dititik
jauhnya, S’=PR.
2)
Lup
Lup atau yang diberi nama
kaca pembesar merupakan alat optik yang berupa lensa cembung. Alt optik ini
digunakan untuk memperbesar benda-benda kecil, biasanya tulisan kecil atau
komponen-komponen kecil. Untuk memanfaatkan lensa cembung sebagai lup, maka
benda harus diletakkan diruang lensa (0<S<f) sehingga sifat
bayangannya adalah maya, tegak, dan diperbesar.
Perbesaran pada lup dapat di
tentukan dengan menggunakan perbesaran
sudut (anguler).
Persamaannya
memenuhi:
M =
dengan
:
M =
perbesaran anguler
Β =
sudut penglihatan setelah ada lup
Α =
sudut penglihatan awal
pengamatan dengan lup memiliki dua keadaan akomodasi yang
penting, yaitu akomodasi minimum dan akomodasi maksimum.
a)
Akomodasi Maksimum
Pengamatan akomodasi maksimum dengan lup berarti bayangan
oleh lensa lup harus berada pada titik dekat mata. Titik dekat normal selalu S,
berarti berlaku:
S = - Sn
Dan
benda harus diletakkan dari lup sejauh S. Nilai S akan memenuhi persamaan
berikut:
S =
Perbesaran
anguler pada akomodasi maksimum dapat ditentukan dengan bantuan pembentukan
bayangan pada gambar dibawah.
Sn Sn
(a)
(b)
Gambar
2.5 pengamatan akomodasi maksimum (a)
tampa lup (b) dengan lup.
Untuk
nilai α dan β yang termasuk sudut kecil maka perbesarannya dapat memenuhi
persamaan:
M =
=
Dengan
mensubttitusikan nilai S’ dan S dapat diperoleh perbesaran anguler pada
akomodasi maksimum seperti dibawah.
M =
Tanda
negatif (-) berarti maya dan persamaannya dapat dituliskan menjadi berikut.
M =
+ 1
Dengan M = perbesaran anguler
Sn
= jarak baca normal
f =
jarak fokus lup
b) Akomodasi
Minimum
Pengamatan akomodasi
dengan lup berarti bayangan oleh lup harus di jauh tak hingga. Bayangan ini
terjadi jika benda ditempatkan pada fokus lensa (S = f )
Gambar 2.6 Pengamatan dengan lup pada akomodasi minimum
Perhatikan pembentukan
bayangan tersbut pada gambar 2.6, dari gambar terlihat nilai tg β
memenuhi:
tg β =
Dengan menggunakan nilai
tg β dapat diperoleh perbesaran anguler akomodasi minimum sebagai berikut.
M =
M =
M =
3)
Mikroskop
Dalam laboraturium biologi atau
farmasi kita sering melihat banyak orang melihat hal-hal yang sangat kecil,
seperti sel darah ,hewan bersel satu, amuba, mata serangga dan sebagainya.
Hal-hal yang kecil ini tidak akan tampak jika hanya dilihat dengan mata biasa.
Alat untuk melihat benda- benda yang sangat kecil ini pada jarak yang sangat
dekat disebut mikroskop. Contoh sebuah mikroskop ditunjukkan pada gambar 2.7
Gambar 2.7 Contoh mikroskop.
Pada tahun 1590,
pembuat lensa asal Belanda yaitu Zacharias Janssen berhasil membuat mikroskop
sederhana pertama yang berupa tabung sederhana dengan lensa cembung di tiap
ujungnya. Pada tahuuun 1650, ilmuan asal Belanda Antoni Van Leewenhoek berhasil
membuat mikroskop dengan perbesaran 250 kali. Dia berhasil meliihat benda-benda
yang sangat kecil, seperti sel darah, hewan bersel satu, amuba, mata serangga
dan susunan sel daun dengan mikroskop ini. Dengan adanya penemuan mikroskop
ini, ilmuan-ilmuan biologi berhasil melihat dan menyelidiki bagaimana bakteri
menyerang tubuh manusia dan menyebabkan manusia terserang penyakit. Bidang
mikrobiologi berkembang dengan pesat setelah ditemukan mikroskop.
Mikroskop cahaya yaitu
mikroskop yang menggunakan cahaya untuk membentuk bayangan dari benda yang akan
dilihat. Mikroskop cahaya ini mempunyai perbesaran 1.000-2.000. sedang
mikroskop elektron mempunyai perbesaran lebih dari 1.000.000 kali sehingga
mampu melihat virus AIDS seperti ditunjukkan pada Gambar 2.8
Gambar2.8.Virus AIDS
dilihat dengan mikroskop
Mikroskop
tersusun dari dua lensa positif lensa yang dekat dengan benda dinamakan lensa
obyektif (fob) sedang lensa yang dekat dengan mata disebut lensa
okuler (fok).
Benda
ditempatkan di ruang kedua lensa objektif sehingga bayangannya bersifat nyata,
terbalik, diperbesar. Kemudian bayangan oleh lensa objektif diteruskan pada
lensa okuler. Lensa okuler mikroskop bertindak sebagai lup, berarti bayangannya
adalah maya, tegak, diperbesar. Bayangan akhir oleh mikroskop adalah maya,
terbalik , diperbesar.
Karena
untuk melihat benda renik maka hal utama yang perlu diperhatikan pada mikroskop
dalam perbesarannya. Perbesaran total mikroskop merupakan perkalian perbesaran
dari kedua lensanya.
M = Mob
x Mok
Untuk menganalisis perbesaran mikroskop harus diingat
betul bahwa lensa objektif bersipat seperti lensa positif biasa, sedangkan
lensa okuler seperti lup. Berarti setiap analisanya perlu memperhatikan sifat
lensa dan lup.
Sedangkan jarak antara lensa pada lup memenuhi
persamaan:
d = S’ob + Sok
dengan d = jarak antar lensa
S’ob = jarak bayangan oleh lensa obyektif
Sok = jarak benda lensa okuler
Karena lensa objektif
bersifat seperti lup maka pengamatan dengan mikroskop juga
memiliki dua jenis akomodasi utama.
a)
Akomodasi Maksimum
Pengamatan dengan
akomodasi maksimum bisa terjadi jika jarak bayangan oleh lensa jatuh pada titik
dekat mata. Untuk mata normal memenuhi
S’ok = -25 cm. Sedangkan perbesaran anguler lensa okulernya memenuhi
persamaan:
M = Mob
x Mok
b) Akomodasi
Minimum
Pengamatan
dennganakomodasi minimum bisa terjadi jika jarak bayangan lensa okuler di jauh
tak terhingga (S’ok =
)
berarti jarak benda memenuhi Sok = fok. Sedangkan
perbesaran lensa okulernya memenuhi persamaan:
M = Mob
x Mok
4)
Teropong
atau Teleskop
Teropong
merupakan alat optik yang dapat digunakan untuk membantu melihat benda-benda
jauh. Teropong tersusun oleh dua lensa utama seperti mikroskop. Lensa yang
dekat objek diberi nama lensa objektif dan yang dekat mata lensa okuler. Lensa
okulerpun punya sifat yang sama yaitu berfungsi sebagai lup.
a)
Teropong Bintang
Teropong memiliki jenis yang banyak
tetapi memiliki dasar yang sama. Dasar dari teropong itu adalah teropoong
bintang yaitu teropong yang digunakan untuk melihat benda-benda di langit.
Setiap teropong diharapkan dapat digunakan untuk melihat bayangan dengan cara
berakomodasi minimum, sehingga pembentukan bayangan oleh teropong bintang dapat
dilihat seperti gambar 2.9.
Objektif okuler
Gambar
2.9Pembentukan bayngan oleh teropong bintang
Sinar dari benda (bintang) di jauh tak ingga
akan dibiaskan menuju fokus lensa onjektif. Kemudian oeh lensa okuler akan
dibentuk bayangan di jauh tak hingga lagi (akomodasi minimum) yang memiliki sifat maya, terbalik,
diperbesar.
Dari gambar 2.9 juga dapat dilihat bahwa
panjang teropong atau jarak antar dua lensanya memenuhi:
d = fob + fok
perbesaran bayangan yang terbentuk oleh
teropong pada akomodasi minimum nmemenuhi:
M =
b) Teropong
Bumi
Teropong bumi
adalah teropong yang digunakan untuk melihat benda-benda jauh dibumi. Supaya
bayangan tegak maka teropong bumi dapat dirancanga dari teropong bintang dengan
menambahkan lensa pembalik. Panjang teropong atau jarak antara dua lensanya
memenuhi:
d = fob + fok+ 4fp
perbesaran bayangan yang terbentuk oleh
teropong pada akomodasi minimum memenuhi:
M =
Pembentukan bayangannya dapat dilihat pada Gambar 6.16.
Gambar 2.10pembentukan
bayangan oleh teropong bumi.
c)
Teropong Panggung
Teropong panggung
memiliki fungsi yang sama dengan teropong bumi. Tetapi untuk membalikkan
bayangannya (supaya tegak) digunakan lensa negatif (cekung) pada lensa okuler.
Objektif
okuler
Gambar
2.11 Pembentukan bayangan oleh teropong panggung.
Panjang teropong atau jarak antara dua lensanya
memenuhi:
d = fob + - fok
perbesaran bayangan yang terbenyuk oleh
teropong pada akomodasi minimum memenuhi:
M =
c)
Penerapan
Alat-Alat Optik Dalam Kehidupan Sehari-Hari
1)
Mata
Orang
dapat melihat segala keindahan dunia ini dengan menggunakan alat optik mata.
2)
Lup
Dalam
kehidupan sehari-hari sorang tukang servis elektronik memperbaiki komputer
dengan menggunakan alat optik lup (kaca pembesar) untuk melihat kompnen
elektronik yang kecil-kecil itu. Alat ini sering digunakan untuk melihat
tulisan atau gambar yang kecil. Penggunaan lup (kaca pembesar) ditunjukkan pada
gambar 2.13
Gambar 2.13 Penggunaan lup (kaca
pembesar) untuk melihat tulisan yang
kecil
3)
Mikroskop
Pada
penelitian dalam bidang biologi, farmasi, medis, dan sebagainya, sering
digunakan mikroskop untuk mengamati benda-benda yang tidak mungkin dilihat
dengan mata telanjang. Contoh penggunaan alat optik mikroskop untuk melihat
benda-benda kecil ditunjukkan pada gambar 2.14
Gambar2.14Penggunaan alat
optik mikroskop untuk melihat benda-benda kecil
4)
Teropong
Dalam
kehidupan sehari-hari, kita sering melihat orang yang berekreasi membawa
teleskop (teropong). Alat ini sering digunakan untuk melihat pemandangan yang
jauh agar tampak lebih dekat. Penggunaan teleskop untuk melihat benda-benda
yang jauh dipermukaan bumi ditunjukkan pada gambar 2.15.
Gambar2.15Penggunaanteleskopuntukmelihatbenda-bendayangjauh
B.
Penelitian
yang Relevan
Penelitian
yang dilakukan oleh Ani Sugiharti (2010) dengan judul penelitian Penerapan
diskusi kelompok disertai talking stick
untuk meningkatkan aktivitas ORAL dan kemandirian siswa kelas X SMA Negeri 1
kartasura. Dengan Hasil penelitian menunjukkan bahwa penerapan diskusi kelompok
disertai talkingstick dapat meningkatkan aktivitas oral dan kemandirian siswa. Persamaannya dengan penelitian ini adalah
sama-sama menggunakan metode talkingstick dalam peroses belajar mengajar
sedangkan perbedaannya adalah terletak pada variabel terikatnya pada penelitian
yang dilakukan oleh Sugiharti variabel terikatnya adalah aktivitas oral dan kemandirian
siswa sedangkan dalm penelitian ini variabel terikatnya adalah perestasi
belajar siswa. Selain perbedaannya juga terletak pada jenis penelitiannya pada
penelitian yang dilakukan oleh Sugiharti jenis penelitiannya adalah penelitian
tindakan kelas sedangkan pada penelitian ini jenis penelitiannya adalah
eksperimen.
Penelitian
yang dilakukan oleh Irfatul Aini (2011) dengan judul penelitian Penerapan model
pembelajaran inovatif melalui metode talkingstick untuk meningkatkan aktivitas
belajar siswa pada mata pelajaran IPS kelas VII di SMPN 1 Singosari. Hasil
penelitiannya menunjukkan bahwa metode talking
stick dapat meningkatkan aktivitas belajar siswa. Persamaannya dengan
penelitian ini adalah sama-sama menggunakan metode talking stick dalam pembelajarannya sedangkan perbedaannya terletak
paada variabel terikatnya. Pada penelitiain yang dilakukan oleh IrfatulAini
variabel terikatnya adalah aktivitas belajar siswa pada pelajaran IPS kelas VII
di SMPN 1 Singosari. Sedangkan variabel terikat dari penelitian ini adalah
prestasi belajar siswa pada materi alat optik di MA Nurul Iman Montong Baik.
Selain itu perbedaannya juga terletak pada jenis penelitiannya pada penelitian
yang dilakukan oleh IrfatulAini jenis penelitiannya adalah penelitian tindakan
kelas sedangkan peda penelitian ini jenis penelitiannya adalah eksperimen.
Penelitian yang dilakukan oleh Winda Sustyanita (2011)
dengan judul penelitian Penerapan model pembelajaran talking
stick untuk meningkatkan pembelajaran
IPA kelas IV SDN 2 Pringapus kecamatan
dongko kabupaten trenggalek. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penerapan model
pemmbelajaran talking stick dapat
meningkatkan pembelajaran IPA kelas IV, kompetensi dasar "mendeskripsikan
perubahan kenampakan bumi" SDN 2 Pringapus Kecamatan Dongko Kabupaten
Trenggalek". Persamaannya dengan penelitian ini adalah sama-sama
menggunakan metode talkingstick dalam pembelajarannya sedangkan perbedaannya
terletak paada variabel terikatnya Pada penelitiain yang dilakukan oleh Winda Sustyanita
variabel terikatnya adalah pembelajaran
IPA kelas IV SDN 2 Pringapus kecamatan
Dongko kabupaten Trenggalek sedangkan variabel terikat dari penelitian ini
adalah prestasi belajar siswa pada materi alat optik di MA Nurul Iman Montong
Baik. Selain itu perbedaannya juga terletak pada jenis penelitiannya pada
penelitian yang dilakukan oleh Winda Sustyanita jenis penelitiannya adalah
penelitian tindakan kelas sedangkan peda penelitian ini jenis penelitiannya
adalah eksperimen.
C.
Kerangka
Berfikir
Siswa menginginkan suasana dalam
pembelajaran fisika menyenangkan dan tidak membosankan. Namun guru tidak
memahami keinginan siswa tersebut. Metode pembelajaran yang digunakan tidak
bervariasi. Pembelajaran fisika cendrung berpusat kepada guru saja, hal ini
yang membuat pembelajaran fisika menjadi membosankan bagi siswa.
Menciptakan suasana pembelajaran yang
menarik untuk siswa sehingga sisw lebih termotivasi dalam belajar merupakan
satu tugas dari guru. Salah satu upaya yang dapat memberikan siswa kesempatan
yang sama sehingga siswa secara sukarela dan antusias mengikuti pembelajaran.
Begitu juga dalam pembelajaran fisika, dibutuhkan suatu metode yang tepaat yang
dapat membangkitkan semaqngat siswa dalam pembelajaran.
Metode talking stick merupakan metode pendukung pembangunan cooperative learning. Metode talking stick merupakan metode dengan
kelompok heterogen yang memberikan kesempatan kepada siswa untuk berdiskusi dan
saling memberikan informasi untuki memahami pelajaran fisika. Dalam metode ini,
siswa diajak untuk mengumakakan pendapat. Selain itu, siswa akan merasa senang
dikarenakan dalam metode ini terkandung unsur yang menarik yaitu menjawab
pertanyaan secara kelompok sehingga siswa akan lebih senang dan bersemangat
untuk mengikuti pembelajaran.
Dengan menggunakan metode tlking stick diharapkan siswa lebih
termotivasi untuk mempelajari materi fisika. Kunci bagi keberhasilan metode talking stick adalah konsentrasi dan
kerja sama. Setiap siswa di tuntut untuk konsentrasi dalam memahami suatu
materi. Selain itu, siswa dalam kelompok dituntut untuk konsentrasi dalam memahami
suatu materi. Selain itu, siswa dalam kelompok dituntut untuk bekerja sama dengan anggota
kelompoknya. Sehingga diduga metode pembelajaran talking stick efektif terhadap prestasi belajar siswa.
D.
Hipotesis.
Hipotesis mengandung
pengertian suatu pendapat yang kebenarannya masih harus dibuktikan terlebih
dahulu. Adapun hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah:
1.
Hipotesis nol (Ho)
Pembelajaran menggunakan metode talking stick tidak efektif terhadap
prestasi belajar siswa kelas X pada materi alat optik di MA Nurul Iman Montong
Baik tahun pelajaran 2012/2013
2.
Hipotesis Alternatif (Ha).
Pembelajaran menggunakan metode talking stick efektif terhadap prestasi belajar siswa kelas X pada
materi Alat optik di MA Nurul Iman Montong Baik tahun pelajaran 2012/2013
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A.
Tempat
dan Waktu Penelitian
1.
Tempat Penelitian
Penelitian
ini dilakukan pada kelas X semester
genap tahun pelajaran 2012/2013 di MA Nurul Iman Montong Baik.
2.
Waktu Penelitian
Waktu
penelitian dirancang mulai pada bulan mei tahun 2013 sampai dengan selesai.
B.
Populasi
dan sampel
1. Populasi
Menurut Sugiyono
(2011: 80) “populasi adalah wilayahgeneralisasi
yang terdiri atas obyek
atau subyek yang mempunyai kualitas dan karekteristik tertentu yang ditetapkan
oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya”. Sedangkan
menurut Suharsimi Arikunto (2010: 173)“populasi
adalah keseluruhan subjek penelitian”.
Jadi populasi dapat didefinisikan sebagai keseluruhan subjek penelitian baik
terdiri dari benda nyata, abstrak, peristiwa ataupun gejala yang merupakan
sumber data dan memiliki karakter tertentu dan sama.
Populasi dalam
penelitian ini terdiri dari seluruh siswa kelas X MA Nurul Iman Montong Baik
dengan yang terdiri dari dua kelas yaitu
kelas XA dan XB dengan rincian jumlah siswa sebagai berikut:
Tabel 3.2
Rincian Jumlah Siswa
Kelas X MA Nurul Iman Montong Baik
No
|
Kelas
|
Jumlah siswa
|
1
2
|
XA
XB
|
22
24
|
Jumlah
|
|
46
|
2. Sampel
Menurut Sugiyono sampel
adalah bagian jumlah dan karekteristikyang dimiliki oleh populasi. Sedangkan
menurut Suharsimi Arikunto (2002: 174) “sampel adalah sebagian
atau wakil populasi yang diteliti”. Sampel dalam
penelitian ini adalah siswa kelas XA dan kelas XB karena
semua populasi dijadikan sampel maka teknik
pengambilan sampel dalam penelitian ini adalah teknik sampling jenuh.
C.
Jenis
Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah eksperimen. Eksperimen
merupakan suatu penelitian yang berusaha mencari pengaruh variabel tertentu
terhadap variabel lain dalam kondisi yang terkontrol. Ciri khas dari penelitian eksperimen ini adalah adanya
kelompok kontrolnya.
D.
Desain
Penelitian
Desain penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah quasi experimental
design, dengan bentuk design nonequivalent control group design. Dalam disain ini terdapat
dua kelompok yaitu
kelompok eksperimen dan kelompok kontrol. Kelompok pertama diberi perlakuan dan kelompok
yang lain tidak. Kelompok yang diberi perlakuan disebut kelompok eksperimen
sedangkan kelompok yang tidak diberi perlakuan disebut kelompok kontrol. Dalam
penelitian ini kelompok eksperimen
diberikan perlakuan dengan metode talking stick.Adapun secara singkat rancangan penelitian ini
dapat digambarkan dalam desain sebagai berikut.
Rancangan
Penelitian
Kelas
|
Variabel Terikat
|
Postest
|
Eksperimen
|
X
|
O2
|
Kontrol
|
-
|
O4
|
Keterangan:
X = Perlakuan dengan metode talking stick
O3 = Hasil pretest pada
kelompok kontrol
O4 = Hasil posttest pada
kelompok kontrol
E.
Variabel Penelitian
Menurut Sugiyono (2011:38) “variabel penelitian
adalah segala sesuatu yang berbentuk apa saja yang ditetapkan oleh peneliti
untuk dipelajari sehingga diperoleh informasi tentang hal tersebut, kemudian ditarik kesimpulannya”. Sedangkan Menurut
Suharsimi Arikunto ( 2010 : 169),variabel penelitian adalah gejala yang
bervariasi yang menjadi objek penelitian.
Pada penelitian ini ada dua jenis
variabel yang ada yaitu variabel bebas dan variabel terikat.
1.
Variable bebas
(independen)
“Variabel
bebas adalah variabel yang mempengaruhi atau yang menjadi sebab timbulnya
variabel dependen (terikat)” (Sugiyono, 2011: 61). Berdasarkan pengertian
tersebut maka variabel bebas dalam penelitian ini adalah metode pembelajaran talking stick.
2.
Variabel terikat
(depeden)
“Variabel
terikat adalah variabel yang dipengaruhi atau yang menjadi akibat, karena
adanya variabel bebas” (Sugiyono, 2011: 61). Berdasarkan pengertian tersebut
maka variabel terikat dalam penelitian ini adalah perestasi belajar siswa pada
materi alat optik.
F.
Definisi
Operasional
1.
Pembelajaran talking stick adalah pembelajaran
kelompok dalam bentuk permainan dengan bantuan tongkat, kelompok
yang memegang tongkat terlebih dahulu wajib menjawab pertanyaan dari guru
setelah siswa mempelajari materi pokoknya, selanjutnya kegiatan tersebut
diulang terus-menerus sampai semua kelompok mendapat giliran untuk menjawab
pertanyaan dari guru.
2.
Prestasi adalah
hasil yang dicapai suatu kegiatan yang sudah dikerjakan diciptakan,
menyenangkan hati yang diperoleh dengan keuletan kerja baik secara individual maupun kelompok dalam
bidang kegiatan tersebut.
G. Teknik Pengumpulan Data
Teknik
atau metode pengumpulan data adalah cara-cara yang dapat digunakan oleh
peneliti untuk mengumpulkan data ( Suharsimi Arikunto, 2002). Karena aspek yang
diteliti dalam penelitian ini hanya ranah kognitifnya saja maka Teknik
pengambilan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah melalui pemberian
tes hasil belajar baik pada kelas
eksperimen maupun kelas kontrol. Tes hasil belajar adalah tes yang menilai
sejauh mana siswa memahami materi yang diberikan gurunya setelah menjalani
aktivitas belajar. Tes prestasi belajar dapat berupa tes pilihan ganda, tes
uraian, maupun isian. Bentuk tes dalam penelitian ini adalah soal pilihan ganda
dengan 5 alternatif pilihan yaitu a, b, c,d, dan e.
H.
Instrumen
Penelitian
“Instrumen penelitian adalah alat atau fasilitas yang
digunakan oleh peneliti dalam mengumpulkan data” (Suharsimi Arikunto, 2002). Kemudian Sugiyono
(2002:102) berpendapat bahwa instrumen penelitian adalah sutu alat yang di
gunakan mengukur penomena alam maupun sosial yang diamati. Sedangkan menurut
Purwanto (2013: 56) instrumen adalah alat ukur yang digunakan untuk mengukur
dalam pengumpulan data. Dari beberapa pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa
instrumen merupakan sejumlah alat yang digunakan dalam mengumpulkan data. Adapun
instrumen dalam penelitian iniberupa instrumen pelaksanan pembelajaran dan
instrumen pengambilan data.
a.
Instrumen Pelaksanaan
Pembelajaran
Instrumen pelaksanaan
pembelajaran merupakan alat yang digunakan
untuk mempersiapkan pembelajaran. Instrumen
ini berupa perangkat pembelajaran yang meliputi RPP,silabus, perogram semester,
dan program tahunan .
b.
Instrumen Pengambilan
Data.
Dalam
penelitian ini yang di teliti adalah ranah kognitif . Untuk instrumen
pengambilan data, instrumen yang digunakan adalah tes. “Tes merupakan instrumen
alat ukur untuk pengumpulan data hasil belajar dengan cara mmengukur atau
mengujinya” (Purwanto, 2011: 96). Dalam penelitian ini jenis tes yang digunakan
adalah tes penguasaan yakni tes yang digunakan untuk mengetahui penguasaan siswa
atas materi yang telah disampaikan oleh guru. Pada penelitian ini tes yang di
berikan pada siswa berbentuk soal pilihan ganda yang berjumlah 30 soal.
I.
Uji Coba Instrumen
Untuk
mendapatkan soal yang baik sebelum tes dilaksanakan, dilakukan uji coba untuk
mengetahui derajat kesukaran, daya pembeda, validitas, dan reliabilitas dari
tes tersebut.
1.
Tingkat Kesukaran (TK)
Soal yang baik adalah soal yang mempunyai tingkat kesukaran memadai
dalam arti tidak terlalu sukar dan tidak terlalu mudah. Untuk mengukur derajat
kesukaran soal digunakan rumus sebagai berikut:
P=
Keterangan:
P = Indeks kesukaran
B = Banyaknya siswa yang menjawab
soal itu dengan betul
JS = Jumlah seluruh siswa peserta tes
Menurut ketentuan
indeks kesukaran dari hasil tes diperoleh:
Soal sukar jika
0,00
P< 0,30
Soal sedang jika
0,30
P< 0,70
Soal mudah jika
0,70
P
1,0
Setelah dilakukan perhitungan untuk tingkat
kesukaran didapatkan bahwa soal yang sukar berjumlah 8, soal yang tingkat
kesukaranya sedang berjumlah 20, dan
soal yang mudah berjumlah 2 soal. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel
berikut ini:
Tabel 3.3
Ringkasan hasil uji tingkat kesukaran soal
Derajat kesukaran
|
Nomar soal
|
Jumlah
|
Sukar
|
9, 18, 21, 22, 24, 27, 28, 29
|
8
|
Sedang
|
2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 10, 11, 12, 13, 14, 15, 16,
17, 19, 20, 23,25, 26
|
20
|
Mudah
|
1,30
|
2
|
Jumlah
|
|
30
|
2. Daya
Pembeda
Daya pembeda adalah pengukuran sejauh mana
suatu butir soal mampu membedakan siswa yang pandai (berkemampuan tinggi) dengan siswa yang kurang pandai
(berkemampuan rendah) berdasarkan kriteria tertentu.
Untuk mengetahui daya pembeda dari masing-masing item soal digunakan rumus:
D =
Keterangan:
D = Daya
pembeda
JA = Banyaknya
peserta kelompok atas
JB = Banyaknya
peserta kelompok bawah
BA = Banyaknya peserta kelompok atas yang menjawab
soal dengan benar
BB= Banyaknya
peserta kelompok bawah yang menjawab soal dengan benar
Adapun keriteria untuk daya
beda adalah sebagai berikut:
0,00 < D< 0,20 : Jelek
0,20 < D < 0,40 : Cukup
0,40 < D < 0,70 : Baik
0,70 < D < 1,00 : Baik
Sekali
DP = negatif, semuanya tidak baik
(Suharsimi Arikunto,2003:213)
Berdasarkan hasil perhitungan untuk daya beda tes
dapat dilihat pada tabel di bawah ini:
Tabel 3.4
Ringkasan Hasil Uji Daya Beda Butir Soal
Daya Beda
|
Butir Soal
|
Jumlah
|
Kurang
|
6, 17, 19, 21, 23, 26, 28
|
7
|
Cukup
|
7, 8, 9, 10, 14, 15, 27
|
7
|
Baik
|
1, 2, 4, 5, 13, 16, 18, 22, 24, 25, 29, 30
|
12
|
Baik Sekali
|
3, 11, 12,
|
3
|
Tidak baik
|
20
|
1
|
Jumlah
|
30
|
3. Uji
Validitas
“Validitas adalah suatu ukuran yang menunjukkan tingkat–tingkat kevalidan atau kesahihan
suatu instrument” (Arikunto, 2006:
168). Instrumen
yang valid berarti alat ukur yang digunakan untuk mendapatkan data itu valid.
Dengan menggunakan instrumen yang valid dalam pengambilan data, maka diharapkan
hasil penelitian akan menjadi valid pula. Untuk mengetahui validitas instrumen di gunakan korelasi product
moment dengan sebagai berikut:
Keterangan :
rxy = Koefisien
korelasi antara variabel x dan y
N = Jumlah
subyek penelitian / responden
åxy = Jumlah
hasil perkalian tiap-tiap skor asli dan x dan y
åx = Jumlah
skor asli variabel x
åy = Jumlah
skor asli variabel y
Adapun
kriteria validitas item adalah jika rxy>rtabel maka item tes dikatakan valid dan jika rxy<rtabel
maka item tes dikatakan tidak valid dengan taraf signifikasi 5% (r =
0.05)
Setelah dilakukan perhitungan terhadap validitas
instrumen, diperoleh 21 soal yang valid dan 9 soal tidak valid. Secara ringkas
dapat dilihat pada tabel sebagai berikut:
Tabel 3.5
Ringkasan
Hasil Uji Validitas Butir Soal
Validitas (N= 30)
= 5%;
= 0.33
|
Nomor Soal
|
Jumlah
|
Valid
|
1, 2, 3,
4, 5, 8, 9,10, 11, 12, 13, 15, 16, 18, 22, 23, 24, 25, 27,29, 30
|
21
|
Tidak
Valid
|
6, 7, 14, 17, 19, 20, 21, 26, 28
|
9
|
Jumlah
|
|
30
|
4.
Uji Reliabilitas
Reliabilitas menunjukkan pada suatu
pengertian bahwa instrumen yang disusun dapat dipercaya sebagai alat pengumpul
data, instrumen memiliki keajegan dalam menilai apa yang dinilainya. Artinya
kapanpun digunakan, akan memberikan hasil yang relatif sama. Untuk mengukur
reliabilitas instrumendigunakan rumus K-R 20 (Kuder–Ricardson)
yaitu sebagai berikut:
(Sugiyono 2010: 359)
Keterangan:
=
reliabilitas
= banyaknya item
= varians total
= proporsi subyek yang menjawab betul
= proporsi subyek yang menjawab salah
=
jumlah hasil perkalian antara p dan q
Kriteria realibilitas adalah :
0 < r11 < 0,19 = Sangat Rendah
0,20< r11 < 0,38 = Rendah
0,39 < r11 < 0,58 = Cukup
0,59 < r11 < 0,78 = Tinggi
(Suharsimi
Arikunto, 2009:100-101)
Setelah dilakukan perhitungan
terhadap reliabilitas instrumen, diperoleh
sebesar 0,90
sedangkan rtabel sebesar 0,344. Dengan
demikian, kriteria reliabilitas instrumen
yang diperoleh adalah tinggi, sehingga instrumen tersebut layak untuk dipakai.
Secara ringkas reliabilitas tersebut dapat dilihat pada tabel sebagai berikut:
Tabel 3.6
Ringkasan Hasil Uji Reliabilitas
r11
|
rtabel
|
Kriteria
|
Keputusan
|
0,90
|
0,344
|
Sangat tinggi
|
Layak Untuk Dipakai
|
J. Teknik Pengumpulan Data
Teknik
atau metode pengumpulan data adalah cara-cara yang dapat digunakan oleh
peneliti untuk mengumpulkan data (Arikunto, 2002). Karena aspek yang diteliti
dalam penelitian ini hanya ranah kognitifnya saja maka Teknik pengambilan data
yang digunakan dalam penelitian ini adalah melalui pemberian tes hasil belajar baik pada kelas eksperimen maupun
kelas kontrol. Tes hasil belajar adalah tes yang menilai sejauh mana siswa
memahami materi yang diberikan gurunya setelah menjalani aktivitas belajar. Tes
prestasi belajar dapat berupa tes pilihan ganda, tes uraian, maupun isian. Bentuk
tes dalam penelitian ini adalah soal pilihan ganda dengan 5 alternatif pilihan yaitu a, b, c,d, dan e.
K.
Teknik
Analisis Data
Analisis
data dilakukan melalui dua tahapan yaitu uji prasyarat analisis yang berupa uji
homogenitas dan uji normalitas kemudian uji hipotesis.
1. Uji
Prasyarat Analisis
a. Uji
Normalitas
Pengujian
normalitas data dimaksudkan untuk mengetahui apakah data yang ada dianalisis
dengan statistik berdistribusi normal atau tidak. Pada penelitian ini untuk uji
normalitas digunakan rumus Chi Square.
Statistik uji yang digunakan adalah:
Keterangan:
=
Chi Kuadrat
fo = Frekuensi/jumlah data
hasil observasi
fe = Jumlah/frrekuensi yang
diharapkan
Kriteria pengujian
normalitas data ini adalah :
1)
Akan berdistribusi
normal jika
hitung˂
tabel
2)
Data tidak
berdistribusi normal
hitung
tabel
b. Uji
Homogenitas
Uji homogenitas varians
bertujuan untuk mengetahui apakah pasangan data yang diuji perbedaannya
mewakili variansi yang tergolong homogen (tidak berbeda). Hal ini dilakukan karena
untuk menggunakan uji beda, maka varians dari kelompok data yang akan diuji
harus homogen.Dalam penelitian ini rumus yang digunakan untuk menguji
homogenitas adalah uji F dengan rumusan adalah:
Keterangan
:
F = Koefisien
S12 =Varians terbesar
S22
=Varians terkecil
Varians data Homogen
apabila diperoleh kriteria
2. Uji
Hipotesis
Dalam penelitian ini
untuk menguji hipotesis digunakan uji –t
dengan taraf signifikasi 5%. Uji-t ini mempunyai
syarat yaitu data yang dianalisis
menggunakan uji-t harus homogen dan normal.
Karena banyak anggota sampel kelas kontrol dan kelas eksperimen berbeda, makarumus
uji-t yang digunakan adalah:
keterangan:
n1
= banyaknya anggota sampel pertama
n2 =
banyaknya anggota sampel kedua
sp2=
variansi gabungan(pooled variance)
Ketentuannya adalah sebagai
berikut:
a.
Jika thitung >ttabel
maka H0 ditolak dan H1 diterima
b.
Jika thitung
ttabel maka H0 diterima dan H1 ditolak
BAB
IV
HASIL
PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A.
Deskripsi
Data Hasil Penelitian
Penelitian
ini menggunakan dua sampel yaitu kelas eksperimen dengan jumlah siswa 22
orang dan kelas kontrol dengan jumlah
siswa 24 orang sebagai pembanding. Kedua sampel diberikan perlakuan yang
berbeda, kelas eksperiman diberikan perlakuan dengan metode pembelajaran talking stick dan kelas kontrol
diberikan perlakuan dengan metode konvensional atau ceramah. Pada penelitian
variabel terikatnya dibatasi pada ranah kognitif saja.
Deskripsi
hasil data prestasi belajar siswa pada ranah kognitif dapat dilihat pada tabel
di bawah ini:
Tabel 4.1
Deskripsi data post-test prestasi
belajar siswa
Kelompok
|
Jumlah Siswa
|
Nilai Tertinggi
|
Nilai Terendah
|
Rata-rata
|
Standar Deviasi
|
Eksperimen
|
22
|
95
|
50
|
74,32
|
12,03
|
Kontrol
|
24
|
90
|
45
|
65,42
|
10.98
|
Pada
tes akhir (post-test) terlihat bahwa nilai kelas kontrol dan kelas eksperimen
berbeda. Pada kelas kontrol setelah diberikan tes akhir untuk materi alat
optik, diperoleh nilai tertinggi 90 dan nilai terendah 45 dengan rata-rata
65,83 dan standar deviasi 10,98. Sedangkan pada kelas eksperimen setelah
diberikan tes akhir yang sama dengan kelas kontrol, diperoleh nilai terendah 50
dan nilai tertinggi 95 dengan standar deviasi 12,03.
Hasil
penelitian untuk kelas kontrol dan kelas eksperimen dapat disajikan juga dengan
tabel distribusi frekuensi. Untuk distribusi frekuensi nilai akhir kelas kontrol
dapat dilihat pada tabel dibawah ini :
Tabel 4.2
Distribusi frekuensi nilai post
tes kelas kontrol
NO
|
INTERVAL
|
F
|
Titik Tengah
|
1
|
44-51
|
3
|
47,5
|
2
|
52-59
|
5
|
55,5
|
3
|
60-67
|
6
|
63,5
|
4
|
68-75
|
6
|
71,5
|
5
|
76-83
|
3
|
79,5
|
6
|
84-91
|
1
|
87,5
|
∑
|
|
24
|
411
|
Dari
tabel di atas terlihat bahwa frekuensi terkecil terletak pada interval 84-91
ini berarti siswa paling sedikit mendapat nilai dari 84 sampai 91 yaitu 1
orang. Sedangkan frekuensi terbesar terletak pada interval 60-67 dan 68-75 hal
ini menunjukkan bahwa siswa banyak mendapat nilai dari 60 sampai 67 dan dari 68
sampai 75 yaitu sebanyak 6 orang. Rata-rata nilai siswa kelas kontrol berada
interval 65-72 yakni 65,83. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada histogram beriku:
Gambar 4.1 Histogram Data Pos Tes Kelas
kontrol
Untuk
distribusi frekuensi data kelas eksperimen dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel
4.3
Distribusi
frekuensi kelas eksperimen
No
|
Interval
|
f
|
Titik
Tengah
|
1
|
49-56
|
2
|
52,5
|
2
|
57-64
|
5
|
60,5
|
3
|
65-72
|
2
|
68,5
|
4
|
73-80
|
7
|
76,5
|
5
|
81-88
|
4
|
84,5
|
6
|
89-96
|
2
|
92,5
|
∑
|
|
22
|
435
|
Untuk lebih jelasnya dapat
dilihat pada histogram berikut
Gambar 4.2 Histogram data kelas
eksperimen
Dari tabel dan histogram terlihat
bahwa frekuensi terbesar terletak pada interval 73-80 ini artinya siswa paling
banyak mendapat nilai 73-80 yaitu 7 orang. Sedangkan nilai terkecil terletak
pada interval 49-56,65-72 dan 89-96 yaitu 2. Rata-rata nilai kelas eksperimen
berada pada interval 73-80 yakni sebesar 73,86
B.
Uji
Prasyarat Analisis
Sebelum melakukan uji hipotesis
dilakukan, terlebih dahulu dilakukan uji prasyarat analisis yaitu uji
normalitas dan homogenitas berdasarkan hasil post tes kelas kontrol dan kelas
eksperimen.
1.
Uji normalitas
Uji
normaliatas dilakukan untuk mengetahui apakah kedua sampel berdistribusi
normal. Uji normalitas dilakukan pada masing masing kelas yaitu kelas
eksperimen dan kelas kontrol. Berikut ini disajikan hasil uji normalitas
masing-masing kelas.
a.
Uji
normalitas kelas kontrol
Berdasarkan
hasil perhitungan dengan menggunakan rumus chi kuadrat didapatkan
2hitung
=
0,57 sedangkan
11,07 dengan derajat kebebasan 5 (k - 1)
dan k merupakan banyak kelas pada distribusi frekuensi. berarti
.
berdasarkan keriteria pengujian jika
data berdistribusi noramal. Maka dapat
diartikan bahwa post tes kelas kontrol berdistribusi normal pada taraf
signifikan 5%.
b.
Uji normalitas kelas eksperimen
Berdasarkan hasil perhitungan dengan menggunakan
rumus chi squer didapatkan
2hitung
=
3,76 sedangkan
11,07 dengan derajat kebebasan 5, berarti
. berdasarkan kriteria pengujian jika
data berdistribusi normal. Maka dapat
diartikan bahwa post tes kelas eksperimen berdistribusi normal pada taraf
signifikan 5%.
2.
Uji homogenitas
Uji
homogenitas dilakukan untuk mengetahuai apakan kedua sampel yang digunakan
homogen atau tidak. Uji homogenitas dilakukan dengan menggunakan uji F. Uji
homogenitas dilakukan pada kedua kelas. Setelah dilakukan perhitungan
didapatkan Fhitung = 1,05. Dengan derajat kebebasan pembilang 23 dan
derajat kebebasan penyebut 21 di dapatkan Ftabel= 2,07 pada taraf
signifikan 5%. Berdasarkan keriteria jika Fhitung ≤ Ftabel
data dikatakan homogen. Dengan demikian dapat diartikan bahwa kwdua sampel
berasal dari populasi yang homogen.
C.
Uji
Hipotesis
Hipotesis
yang akan diuji adalah Ho yang berbunyi metode pembelajaran talking stick tidak efektif terhadap
prestasi belajar siswa pada materi alat optik di MA Nurul Iman Montong Baik
tahun ajaran 2012/2013 dan Ha yang berbunyi metode pembelajaran talking stick efektif terhadap prestasi belajar siswa kelas X pada materi
alat optik di MA Nurul Iman Mintong Baik tahun ajaran 2012/2013. Karena data
hasil post test normal dan homogen, maka uji hipotesis dapat dilakukan dengan
menggunakan uji t dua pihak. Rumus yang digunakan adalah polled
varian karena jumlah kedua sampel tidak sama. Berdasarkan hasil perhitungan
dari data hasil post test didapatkan thitung = 2,65. Dengan derajat
kebebasan 44 dan taraf signifikan 5% didapatkan ttabel= 2,05. Dari
hasil perhitungan tersebut dapat dilihat bahwa thitung> ttabel.
Berdasarkan
keriteria jika thitung> ttabel Ha diterima dan Ho
ditolak. Dengan demikian dapat diartikan bahwa metode pembelajaran talking stick efektif terhadap prestasi
belajar siswa kelas X pada materi alat optik
di MA Nurul Iman Montong Baik Tahun Ajaran 2012/2013.
D.
Pembahasan
Metode
pembelajaran talking stick merupakan
metode pembelajaran yang berbasis permainan sehingga membuat siswa semangat
dalam belajar. Selain itu metode pembelajaran talking stick ini dapat melatih siswa untuk menghargai hak berbicara
orang lain. Metode ini juga dapat meningkatkan rasa tanggung jawab siswa
terhadap pembelajarannya sendiri dan juga pembelajaran orang
lain. Metode pembelajaran ini juga mempunyai kekurangan yakni waktu yang
dibutuhkan melebihi dari jam pelajaran yang disediakan. Namun hal ini dapat
diatasi dengan membatasi waktu pada tiap tahap pembelajaran. Jadi guru harus
memperhatikan waktu yang dibutuhkan untuk setiap tahap pembelajaran sehingga
waktu yang disediakan cukup untuk menerapkan metode pembelajaran talking stick.
Untuk mengetahui keefektifan metode
pembelajaran talking stick, data yang
dihasilkan dianalisis menggunakan uji t. Data yang dianalisis hanya hasil uji
post test saja karena penelitian ini dibatasi pada ranah kognitif.
Berdasarkan hasil perhitungan didapatkan thitung lebih besar dari ttabel.
Mengacu dari keriteria yang telah ditentukan maka dalam hal ini Ho yang
berbunyi pembelajaran menggunakan metode pembelajaran talking stick tidak efektif terhadap prestasi belajar iswa kelas X
pada materi alat optik di MA Nurul Iman Montong Baik tahun ajaran 2012/2013.
Dari hasil analisis tersebut terlihat bahwa prestasi belajar siswa dengan
menggunakan metode pembelajaran talking
stick lebih baik dibandingkan dengan metode konvensional. Dengan demikian
pada penelitian ini pembelajaran menggunakan metode pembelajaran talking stick efektif terhadap prestasi
belajar siswa kelas X pada materi alat optik di MA Nurul Iman Montong Baik
tahun ajaran 2012/2013.
Hasil uji t ini sesuai dengan yang
terjadi dalam proses belajar mengajar baik pada kelas kontrol maupun kelas
eksperimen pada penelitian ini. Hal ini dapat dilihat dari keaktifan siswa
dalam proses belajar mengajar pada kelas kontrol dan kelas eksperimen, siswa
pada kelas eksperiman yang diberikan perlakuan dengan meode pembelajaran talking stick lebih aktif daripada siswa
pada kelas kontrol yang diberikan perlakuan dengan metode konvensional.
Pada kelas eksperimen, siswa lebih semangat
belajar dengan metode pembelajaran talking
stick dibandingkan pada kelas kontrol. Hal ini terlihat dari antusiasnya
siswa dalam menjawab pertanyaan dari guru saat mendapatkan tongkat. Selain itu
interaksi belajar mengajar antara siswa dan guru cukup baik. Hal ini membuat
suasana belajar didalam kelas menjadi lebih hidup sehingga siswa tidak merasa
bosan belajar fisika. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh
Irfatul Aini yang hasil penelitiannya menunjukkan bahwa metode pembelajaran talking stick dapat meningkatkan
aktifitas belajar siswa. Pembelajaran terasa semakin hidup saat guru akan memberikan
tongkat kepada salah satu siswa. Semua siswa merasakan senam jantung sehingga
siswa akan terangsang untuk mengingat dan mempelajari lebih giat lagi materi
yang telah disampaikan oleh guru. Ini terlihat dari banyaknya siswa yang
menjawab pertanyaan dengan benar pada pertemuan kedua dan seterusnya
dibandingkan pada pertemuan pertama.
Pada proses belajar mengajar untuk kelas
eksperimen, ketika siswa mendapat tongkat dan mendapat pertanyaan, siswa
cendrung menjawab pertanyaan secara langsung dengan pemikirannya sendiri,
bahkan ada juga siswa yang menjawab pertanyaan dengan mendemonstrasikan secara
langsung tampa diminta. Tidak ada ditemukan siswa yang tidak menjawab
pertanyaan. Sebagain besar siswa berusaha menjawab pertanyaan meskipun
jawabanya salah atau kurangg tepat. Hal ini dikarenakan siswa berada pada tahap
operasi formal yang dinyatakan dalam teori Piaget, yaitu pada tahap ini siswa
mulai berfikir logis dan masalah-masalah dapat dipecahkan melalui
eksperimentasi sistematis. Selain itu pada saat siswa yang mendapat tongkat
tidak dapat menjawab pertanyaan dengan benar, anggota kelompok yang lain
berusaha membantu menjawab pertanyaan agar kelompoknya mendapat tambahan poin
dan tidak tertinggal dari kelompok lain. Hal ini sesuai dengan teori Vaygotsky yang
menyatakan bahwa fungsi mental yang lebih tinggi pada umumnya muncul dalam
percakapan dan kerjasama antar individu sebelum fungsi mental yang lebih tinggi
itu terserap ke dalam individu tersebut.
Pada kelas kontrol pada saat guru mengajukan beberapa
pertanyaan, siswa cendrung enggan untuk mengacungkan tangan dalam menjawab
pertanyaan. Selain itu yang menjawab pertanyaan didominasi oleh siswa yang
kemampuanya diatas rata-rata. Demikian juga saat guru memmberikan beberapa
latihan soal untuk dikerjakan di depan yang mau maju mengerjakannya hanya
beberapa orang yang kemapuanya diatas rata-rata saja. Sementara siswa yang lain
enggan untuk mencoba mengerjakanya. Hal ini dapat terjadi karena siswa tidak
mendapat dorongan dari guru dan lingkungannya. Ini sesuai dengan teori Vaygotsky
yaitu scaffolding. Scaffolding adalah memberikan kepada
seorang anak sejumlah besar bantuan selama tahap-tahap awal pembelajaran dan
kemudian mengurangi bantuan tersebut dan memberikan kesempatan kepada anak
tersebut mengambil alih tanggung jawab yang semakin besar segera setelah ia
mamapu mengerjakan sendiri. Salah satu bantuan yang diberikan guru dalam hal
ini adalah dorongan dalam menguraikan masalah kedalam bentuk lain yang
memungkinkan siswa dapat mandiri.
Menurut Gagne (dalam Kokom Komalasari, 2011: 2)
belajar merupakan suatu peroses perubahan tingkah laku yang meliputi perubahan manusia
seperti sikap, minat, atau nilai dan perubahan kemampuan yakni peningkatan
kemampuan untuk berbagai jenis kinerja. Dari pendapat tersebut terlihat jelas
bahwa melalui pembelajaran talking stick
ini guru melatih siswa untuk belajar yang sesungguhnya. Sikap siswa yang kurang
menghargai menjadi lebih menghargai temannya yang lain. Hal ini terlihat saat siswa yang mendapat tongkat
menjawab pertanyaan, siswa yang lain memperhatikan dengan seksama. Sikap siswa
yang kurang perduli dengan temannya juga menjadi lebih perduli, hal ini
terlihat dari kerjasama siswa dalam kelompoknya untuk mendapat poin
sebanyak-banyaknya. Minat dan nilai siswa menjadi lebih baik dari
sebelumnya setelah diberikan perlakuan dengan
metode pembelajaran talking stick.
BAB V
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Berdasarkan
uraian hasil penelitian dan pembahasan terlihat bahwa thitung lebih besar
dari ttabel yaitu 2,65 > 2,05. Hal ini berarti pembelajaran talking stick efektif terhadap prestasi
belajar siswa kelas X pada materi alat optik di MA Nurul Iman Montong Baik
tahun ajaran 2012/2013. Hal ini dapat terjadi karena siswa lebih aktif dalam
proses belajar mengajar dengan menggunakan metode pembelajaran talking stick.
B. Saran
1. Kepada
peneliti/calon peneliti yang tertarik untuk melakukan penelitian serupa, supaya
melakukan penelitian lebih lanjut tentang metode pembelajaran talking stick.
2. Kepada
para guru fisika disarankan agar dapat menjadikan pembelajaran ini sebagai
bahan pertimbangan agar dapat dijadikan sebagai salah satu pendekatan dalam
pembelajaran fisika. Karena metode pembelajaran ini dapat membuat siswa menjadi
tidak merasa bosan belajar fisika.